Penyatuan seorang murid dengan gurunya merupakan permulaan di dalam menyatunya dengan Rasulullah SAW. Sedangkan menyatunya dengan Rasulullah SAW merupakan permulaan untuk fana pada Allah (lupa selain Allah)
Sabtu, 08 September 2012
KISAH WNITA SHOLEHAH RABIAH AL ADAWIYAH
Sayidah Rabi'ah Al Adawiyah lahir di Basra pada tahun 105 H dan meninggal pada tahun 185 H. Sayidah Rabi'ah Al Adawiyah adalah salah seorang perempuan Sufi yang mengabdikan seluruh hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Soerang wanita yang alur kehidupannya tidak seperti wanita pada umumnya, ia terisolasi dalam dunia mistisme jauh dari hal-hal duniawi. Tidak ada sesuatu yang lebih dicintainya di dunia yang melebihi cintanya kepada Allah. Kehidupannya seolah hanya untuk mendapatkan ridho Allah, tidak ada suatu tujuan apapun selain itu. Rabi'ah pernah mengungkapkan bentuk penyerahan dirinya kepada Allah, ketulusan ibadahnya kepada Allah dalam syair berikut ini :
“Jika aku menyembah-Mu karena takut api neraka-Mu maka bakarlah aku di dalamnya. Dan jika aku menyembah-Mu karena mengharap surga-Mu maka haramkanlah aku daripadanya. Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”
الحب الذي لا تقيده رغبة سوى حب الله وحده
‘Cinta yang murni yang bukan hanya terbatas oleh keinginan adalah cinta kepada Allah semata’
Sebagai anak keempat. Itu sebabnya ia diberi nama Rabiah. Bayi itu dilahirkan ketika orang tuanya hidup sangat sengsara meskipun waktu itu kota Bashrah bergelimang dengan kekayaan dan kemewahan. Tidak seorang pun yang berada di samping ibunya, apalagi menolongnya, karena ayahnya, Ismail, tengah berusaha meminta bantuan kepada para tetangganya.
Namun, karena saat itu sudah jauh malam, tidak seorang pun dari mereka yang terjaga. Dengan lunglai Ismail pulang tanpa hasil, padahal ia hanya ingin meminjam lampu atau minyak tanah untuk menerangi istrinya yang akan melahirkan. Dengan perasaan putus asa Ismail masuk ke dalam biliknya. Tiba-tiba matanya terbelak gembira menyaksikan apa yang terjadi di bilik itu.
Seberkas cahaya memancar dari bayi yang baru saja dilahirkan tanpa bantuan siapa-siapa. “Ya Allah,” seru Ismail, “anakku, Rabiah, telah datang membawa sinar yang akan menerangi alam di sekitarnya.” Lalu Ismail menggumam, “Amin.” Tetapi berkas cahaya yang membungkus bayi kecil itu tidak membuat keluarganya terlepas dari belitan kemiskinan. Ismail tetap tidak punya apa-apa kecuali tiga kerat roti untuk istrinya yang masih lemah itu. Ia lantas bersujud dalam salat tahajud yang panjang, menyerahkan nasib dirinya dan seluruh keluarganya kepada Yang Menciptakan Kehidupan.
Rabi'ah Al-adawiyah dilahirkan ditengah keluarga miskin. Seisi rumahnya hanya dapat ditemukan barang yang memang benar-benar diperlukan saja bahkan konon mereka tidak memiliki setetes minyak (sejenis minyak telon) saja untuk menghangatkan perut anaknya, mereka tidak memiliki lampu untuk menerangi rumahnya. Ayahnya hanya bekerja mengangkut penumpang menyeberangi Sungai Dijlah dengan menggunakan sampan. Ayah Rabi'ah pantang untuk meminta-minta kepada orang lain walaupun kondisi ekonominya ditengah kehancuran dan mendekati kesengsaraan. Ayah Rabi'ah bernama Ismail, nama yang tidak begitu dikenal di wilayahnya, jauh dari kehidupan gemerlap kota Basra yang saat itu merupakan kota besar.
Lebih baik mati daripada hidup meminta-minta kepada orang lain bagi Ayah Rabi'ah. Prinsip yang melekat dalam diri Ayah Rabi'ah selaku suami dari istri yang memiliki empat anak ini begitu kuat. Sang suami selalu yakin bahwa pertolongan Allah akan segera datang, Allah tidak pernah tertidur, Allah selalu akan menjaga dan melindungi istri dan anak-anaknya. Hingga suatu ketika Isterinya menangis sedih atas keadaan keluarganya yang serba memprihatinkan itu. Dalam keadaan yang demikian itu sang istri mengeluh kepada sang suami. Sang suami hanya dapat menekurkan kepala ke atas lutut hingga akhirnya ia terlena dalam tidurnya. Di dalam tidurnya ia bermimpi melihat Nabi. Nabi membujuknya: “Janganlah engkau bersedih, karena bayi perempuan yang baru dilahirkan itu adalah ratu kaum wanita dan akan menjadi penengah bagi 70 ribu orang di antara kaumku”. Kemudian Nabi meneruskan; “Besok, pergilah engkau menghadap ‘ Gubernur Bashrah, Isa az-Zadan dan tuliskan kata-kata berikut ini diatas sehelai kertas putih : ‘Setiap malam engkau mengirimkan shalawat seratus kali kepadaku, dan setiap malam Jum’at empat ratus kali. Kemarin adalah malam Jum’at tetapi engkau lupa melakukannya. Sebagai penebus kelalaianmu itu berikanlah kepada orang ini empat ratus dinar yang telah engkau peroleh secara halal’”. Ketika terjaga dari tidurnya, ayah Rabi'ah mengucurkan air mata seraya bersyukur kepada Allah karena ia yakin bahwa mimpinya adalah benar dan merupakan petunjuk dari Allah bagi hambanya yang beriman. la pun segera menjalankan petunjuk sebagaimana yang diperintahkan Nabi dalam mimpinya, iamenulis dan mengirimkan tulisannya kepada gubernur melalui pengurus rumah tangga istana. Tidak lama setelah sang Gubernur mambaca surat tersebut, sang gubernur langsung mengirim utusannya untuk membagikan uang masing-masing dua ribu dinar kepada orang-orang miskin.
Seolah terhanyut dalam kebahagian dan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur karena sang gubernur merasa bahwa dia adalah orang yang istimewa di mata Nabi maka ia memberikan hadiah uang empat ribu dinar kepada ayah Rabi'ah pada awalnya. Namun, setelah beberapa saat sang gubernur merasa tidak pantas hanya menghadiahkan uang dalam jumlah tersebut kepada kekasih Allah. Sang gubernur pun berjanji akan memberikan apapun yang dibutuhkan ayah Rabi'ah. Kemudian sang gubernur pergi menemui Ayah Rabi'ah dirumahnya dan membicarakan semua yang telah ia janjikan bagi ayah Rabiah. Sebagaimana yang penulis baca dan kutip dari berbagai sumber yang menceritakan kisah Rabi'ah “Amir itu meminta supaya bapa Rabi’ah selalu mengunjungi beliau apabila ada sesuatu karena beliau sungguh merasa bahagia dengan kedatangan orang yang dekat dengan Allah.
Ismail dan istrinya meninggal ketika Rabiah masih kecil. Begitu pula ketiga kakak Rabiah, meninggal ketika wabah kelaparan melanda kota Basrah. Dalam kesendirian itu, akhirnya.
Selepas bapaknya Rabi'ah meninggal dunia, Basrah dilanda oleh musibah.Suatu ketika kafilah yang beliau tumpangi itu telah diserang oleh penyamun. Ketua penyamun itu menangkap Rabi’ah untuk dijadikan barang rampasan untuk dijual ke pasar sebagai budak. Maka lepaslah ia ke tangan tuan yang baru.
Suatu hari, tatkala beliau pergi ke satu tempat atas perintah tuannya, beliau telah dikejar oleh orang jahat. beliau lari. Tetapi malang, kakinya tergelincir dan jatuh, tangannya patah. Beliau berdo'a kepada Allah, “Ya Allah! Aku ini orang yatim dan se'orang budak. Sekarang tanganku patah. tetapi aku tidak peduli semua itu asalkan Kau ridho denganku. tetapi nyatakanlah keridhoanMu itu padaku.” Tatkala itu terdengarlah suatu suara malaikat, “Tak mengapa semua penderitaanmu itu. Di akhirat kelak kamu akan ditempatkan di peringkat yang tinggi hingga para Malaikat pun kehiranan melihatmu.” Kemudian pergilah ia kembali kepada tuannya. Selepas peristiwa itu, tiap-tiap malam ia menghabiskan waktu dengan beribadah kepada Allah, selepas melakukan pekerjaanya. Beliau berpuasa berhari-hari. Suatu hari, tuannya mendengar suara Rabi’ah di tengah malam yang berdoa kepada Allah : “Tuhanku! Engkau lebih tahu bagaimana aku benar - benar hendak melakukan perintah-perintahMu dan menghambakan diriku dengan sepenuh jiwa, wahai cahaya mataku. Jikalau aku bebas, aku habiskan seluruh masa malam dan siang dengan melakukan ibadah kepadaMu. Tetapi apa yang Kau mau Kau jadikan aku hamba kepada manusia.”
Dilihat oleh tuannya itu suatu cahaya yang sangat terang di atas, dalam bilik Rabi’ah itu, dan cahaya itu meliputi seluruh ruangnya. Seketika itu juga tuannya merasa telah berdosa jika tidak membebaskan orang yang begitu dekat dengan Tuhannya. sebaliknya tuan itu ingin memperistri Rabi’ah. Esoknya, Rabi’ah pun dipanggil oleh tuannya dan diberitahunya tentang keputusannya hendak menperistrinya itu dan Rabi’ah bolehlah menjadi tuan rumah atau pun jika ia tidak mau ia boleh meninggalkan rumah itu. Rabi’ah berkata bahawa ia ingin mengasingkan dirinya dan meninggalkan rumah itu. Tuannya setuju. Rabi’ah pun pergi untuk menyendiri.
Suatu masa Rabi’ah pergi naik haji ke Mekkah. Dibawanya barang-barangnya di atas seekor keldai yang telah tua. Namun keledai itu mati di tengah perjalanan. Teman - temannya setuju hendak membawakan barang -barangnya itu tetapi beliau enggan kerana katanya dia naik haji bukan di bawah perlindungan manusia kecuali hanya perlindungan Allah S.W.T. Beliau pun ditinggal seorang diri di situ. Rabi’ah terus berdo'a, “Oh Tuhan sekalian alam, aku ini seorang diri, lemah dan tidak berdaya. Engkau juga yang menyuruhku pergi mengunjungi Ka’abah dan sekarang Engkau matikan keldaiku dan membiarkan aku seorang diri di tengah perjalanan.” Seketika dengan tidak disangka-sangka keldai itu pun hidup kembali. Diletaknya barang-barangnya di atas keldai itu dan terus menuju Mekkah. Di sa'at hampir sampai ke Ka’abah, beliau pun duduk dan berdoa, “Aku ini hanya sekepal tanah dan Ka’abah itu rumah yang kuat. Maksudku ialah Engkau temui aku tanpa perantaraan.” Terdengar suara berkata, “ Wahai Rabi’ah, patutkah Aku membalikkan dunia ini kerana mu agar darah semua makhluk ini ditulis dalam namamu dalam suratan takdir? Tidakkah kamu tahu Nabi Musa pun hendak melihatKu? Aku sinarkan cahayaKu sedikit saja dan dia jatuh pingsan dan Gunung Sinai runtuh menjadi tanah hitam.”
Suatu ketika di masa yang lain, saat Rabi’ah menuju Ka’abah dan sedang melalui hutan, dilihatnya Ka’abah datang kepadanya. Melihat itu, beliau berkata, “Apa hendak aku lakukan dengan Ka’abah ini; aku hendak bertemu dengan pemilik Ka’abah (Allah) itu sendiri. Bukankah Allah juga berfirman yaitu "orang yang selangkah menuju Dia, maka Dia akan menuju orang itu dengan tujuh langkah"? Aku tidak mahu hanya melihat Ka’abah, aku mahu Allah.” Pada waktu itu juga, Ibrahim Adham sedang dalam perjalanan ke Ka’abah. Sudah menjadi amalan beliau mengerjakan sembahyang pada setiap langkah dalam perjalanan itu. Maka oleh itu, beliau berjalan empat belas tahun baru sampai ke Ka’bah. Ketika sampai disana didapatinya Ka’abah tidak ada. Beliau sangat merasa hampa. Terdengar olehnya satu suara yang berkata, “Ka’abah itu telah pergi menemui Rabi’ah.” Apabila Ka’bah itu telah kembali ke tempatnya dan Rabi’ah sedang berjalan dengan tongkat, badannya yang tua itu ia sandarkan kepada tongkatnya, maka Ibrahim Adham pun pergi bertemu dengan Rabi’ah dan berkata “Rabi’ah, kenapa kamu dengan perbuatanmu yang ganjil itu membuat haru-biru di dunia ini?” Rabi’ah menjawab, “Saya tidak melakukan suatu apapun, tetapi kamu dengan sikap ria' untuk memdapatkan pujian orang lain pergi ke Ka’abah menempuh masa empat belas tahun.” Ibrahim mengaku bahwa ia sembahyang setiap langkah dalam perjalanannya. Rabi’ah berkata, “Kamu isi perjalananmu itu dengan sembahyang,tetapi aku mengisinya dengan perasaan tawaduk dan khusyuk.” Tahun yg berikutnya, lagi sekali Rabi'ah pergi ke Ka’abah. beliau berdo'a, “Oh Tuhan! perlihatkanlah diriMu padaku.” Beliau pun berguling-guling di atas tanah dalam perjalanan itu. Terdengar suara, “Rabi’ah, hati-hatilah, jika Aku perlihatkan diriKu kepadamu, kamu akan jadi abu.” Rabi’ah menjawab, “Aku tidak berdaya memandang keagungan dan kebesaranMu, kurniakanlah kepadaku kefakiran (zahid) yang mulia di sisiMu.” Terdengar lagi suara berkata, “Kamu tidak sesuai dengan itu. Kemuliaan seperti itu dikhaskan untuk lelaki yang memfanakan diri mereka semasa hidup mereka kerana Aku, dan antara mereka dan Aku tidak ada regang walau sebesar rambut pun, Aku bawa orang-orang demikian sangat dekat kepadaKu dan kemudian Aku jauhkan mereka, apabila mereka berusaha untuk mencapai Aku. Rabi’ah, antara kamu dan Aku ada lagi tujuh puluh hijab atau tirai. Hijab ini mestilah dibuang dulu dan kemudian dengan hati yang suci menghadaplah kepadaKu. Sia-sia sahaja kamu meminta pangkat fakir dari Aku.” Kemudian suara itu menyuruh Rabi’ah melihat kedepan. Dilihatnya semua pandangan telah berubah. Dilihatnya perkara yang luar biasa. Di awang-awang tampak lautan darah yang berombak kencang. Terdengar suara lagi, “Rabi’ah, inilah darah yang mengalir dari mata mereka yang mencintai Kami (Tuhan) dan tidak mahu berpisah dengan Kami. Meskipun mereka dihina dan disiksa, namun mereka tidak berpaling seinci pun dari jalan Kami dan tidak pula meminta sesuatu dari Kami.
Dalam langkah permulaan dalam perjalanan itu, mereka mengatasi semua nafsu dan cita-cita yang berkaitan dengan dunia dan akhirat. Mereka ber uzlah menyendiri dari gemerlapnya dunia hingga tidak ada seorangpun yang mengetahui mereka. Begitulah mereka itu tidak mahu diketahui orang umum dalam dunia ini.” Mendengar itu, Rabi’ah berkata, “Tuhanku! Biarkan aku tinggal di Ka’abah.” Ini pun tidak diperkenankan kepada beliau. Beliau disuruh kembali ke Basrah dan menghabiskan umurnya di situ dengan sembahyang dan memencilkan diri dari hiruk pikuk dunia.
Suatu hari Rabi’ah sedang duduk di rumahnya menunggu kedatangan seorang darwisy untuk makan bersamanya dengan maksud untuk melayani darwisy itu, Rabi’ah meletakkan dua lembar roti yang dibuatnya itu di hadapan darwisy itu. Darwisy itu terkejut kerana tidak ada lagi makanan untuk Rabi’ah. Tidak lama kemudian, dilihatnya seorang perempuan membawa sehidang roti dan memberikanya kepada Rabi’ah, perempuan itu berkata tuannya menyuruh dia membawa roti itu kepada Rabi’ah, Rabi’ah bertanya berapa jumlah roti yang dibawanya itu. Perempuan itu menjawab, “delapan belas.” Rabi’atul-ah tidak mahu menerima roti itu dan disuruhnya mengembalikan kepada tuannya. Perempuan itu pergi. Kemudian datang kembali. Rabi’ah menerima roti itu sesudah diberitahu bahawa ada dua puluh ketul roti dibawa perempuan itu. Darwisy itu bertanya kenapa Rabi’atul-ah enggan menerima 18 dan kemudian menerima yg 20. Rabi’ah menjawab, “Allah berfirman dalam Al-Quran yaitu : “Orang yang memberi dengan nama Allah maka Dia akan diberi ganjaran sepuluh kali ganda. Oleh itu, saya terima hadiah apabila suruhan dalam Al-Quran itu dilaksanakan.” Suatu hari Rabi’ah sedang menyediakan makanan. Beliau teringat yang kalau tidak ada sayur. Tiba-tiba jatuhlah bawang dari atas. Disepaknya bawang itu sambil berkata, “Syaitan! Pergi jahanam dengan tipu dayamu. Adakah Allah mempunyai warung bawang?” Rabi’ah berkata, “Aku tidak pernah meminta dari siapapun kecuali dari Allah dan aku tidak menerima sesuatu melainkan dari Allah.”
Suatu hari, Hassan Al-Basri melihat Rabi’ah dikelilingi oleh binatang liar yang memandangnya dengan kasih sayang, saat Hassan Al-Basri pergi kearahnya, binatang itu lari. Hassan bertanya, “Kenapa binatang itu lari?” Sebagai jawaban, Rabi’ah bertanya, “Apa kamu makan hari ini?” Hassan menjawab, “Daging.” Rabi’ah berkata, Oleh kerana kamu makan daging, mereka pun lari, aku hanya memakan roti kering.”
Suatu hari Rabi’ah pergi menjumpai Hassan Al-Basri. Beliau sedang menangis terisak-isak kerana lupa kepada Allah. Oleh kerana dahsatnya tangisan beliau itu, hingga air matanya mengalir dilongkang rumahnya. Melihatkan itu, Rabi’ah berkata, “Janganlah kau tunjukkan perasaan seperti ini supaya batinmu penuh dengan cinta Allah dan hatimu tenggelam di dalamnya dan kamu tidak akan mendapatinya di manapun tempatnya.” Dengan penuh kehendak untuk mendapat perhatian dari orang, suatu hari, Hassan yang sedang melihat Rabi’ah dalam satu perkumpulan Aulia’ Allah, Hasan terus pergi menemui dengan Rabi’ah dan berkata, “Rabi’ah, marilah kita meninggalkan perkumpulan ini dan marilah kita duduk di atas air tasik sana dan berbincang hal-hal keruhanian di sana.”Lalu Rabi'ah berkata "dengan niat hendak menunjukkan keramatnya kepada orang lain bahwa ia dapat menguasai air seperti Nabi Isa a.s. Rabi’ah berkata, “Hassan, buanglah perkara yang sia-sia itu. Jika kamu hendak benar memisahkan diri dari perkumpulan Aulia’ Allah, maka kenapa kita tidak terbang sahaja dan berbincang di udara?” Rabi’atul-adawiyyah berkata bergini kerana beliau bisa berbuat demikian tetapi Hassan tidak bisa seperti itu. Hassan meminta maaf. Rabi’ah berkata, “Ketahuilah bahawa apa yang kamu perbuat, ikan pun bisa dan jika aku terbang, lalat pun bisa terbang. Buatlah suatu yang lebih dari perkara yang luarbiasa itu. Carilah sari dalam ketaatan dan sopan-santun terhadap Allah.” Seorang hamba Allah bertanya kepada Rabi’ah tentang perkara nikah. beliau menjawab, “Orang yang menikah itu ialah orang yang telah mampu dirinya. Tetapi aku tidak menguasai badan dan nyawaku sendiri. Aku ini kepunyaan Tuhanku. Pintalah kepada Allah jika mahu menikahi aku.”
Hassan Al-Basri bertanya kepada Rabi’ah bagaiman beliau mencapai taraf keruhanian yang tinggi itu. Rabi’ah menjawab, “Aku fana dalam mengenang Allah.” Beliau ditanya, “Dari mana kamu datang?” Rabi’ah menjawab, “Aku datang dari Allah dan kembali kepada Allah.” Rabi’ah pernah bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad S.A.W. dan baginda bertanya kepadanya beliau pernah mengingatnya sebagai sahabat. Rabi’ath menjawab, “Siapa yang tidak kenal kepada tuan? Tetapi apakan dayaku. Cinta kepada Allah telah memenuhi seluruhku, hingga tidak ada ruang untuk cinta kepadamu atau benci kepada syaitan.” Demikian petikan dari cerita Rabiah Al Adwiyah yang menggambarkan betapa besar kecintaan Rabiah Al Adawiyah kepada Allah saat ia masih kecil hingga ia dewasa.
KARYA RABIAH ADAWIYAH
Rabiah Adawaiyah dianugerahi kemampuan luar biasa dalam bidang sastra. Ia mampu membuat puisi/syair yang begitu indah melambangkan kecintaan beliau kepada Allah. Berikut salah satu puisi karya Rabiah Adawiyah
يا ســروري ومـنـيـتـي وعـمـادي ::::: وأنـيــســي وعــدتي ومرادي.
أنـت روح الـفـؤاد أنــت رجــائي ::::: أنت لي مؤنس وشوقك زادي.
أنـت لـولاك يـا حـيـاتـي وأنـسـي ::::: مـا تـشتـت فـي فـسيــح البلاد.
كـم بـدت مـنـةٌ، وكـم لـك عـنـدي ::::: مـن عـطــاء ونـعـمـة وأيـادي.
حـبـك الآن بـغـيـتـي ونـعـيـمــي ::::: وجــلاء لـعـيـن قـلبي الصادي.
إن تـكـن راضـيـاً عـنـي فـأنـني ::::: يا مـنـي الـقـلـب قد بدا إسعادي
Rabiah Adawiyah dikenal sebagai sufi yang mendalami tentang Mahabbah. Berikut adalah kumpulan syair Mahabbah karya Rabiah Adawiyah
Cinta tidak pernah meminta, ia senantiasa memberi, cinta membawa penderitaan, tetapi tidak pernah berdendam, tak pernah membalas dendam. Di mana ada cinta di situ ada kehidupan; manakala kebencian membawa kepada kemusnahan.
Tuhan memberi kita dua kaki untuk berjalan, dua tangan untuk memegang, dua telinga untuk mendengar dan dua mata untuk melihat. Tetapi mengapa Tuhan hanya menganugerahkan sekeping hati pada kita? Karena Tuhan telah memberikan sekeping lagi hati pada seseorang untuk kita mencarinya. Itulah namanya Cinta.
Ada dua titis air mata mengalir di sebuah sungai. Satu titis air mata tu menyapa air mata yg satu lagi,” Saya air mata seorang gadis yang mencintai seorang lelaki tetapi telah kehilangannya. Siapa kamu pula?”. Jawab titis air mata kedua itu,” Saya air mata seorang lelaki yang menyesal membiarkan seorang gadis yang mencintai saya berlalu begitu sahaja.”
Cinta sejati adalah ketika dia mencintai orang lain, dan kamu masih mampu tersenyum, sambil berkata: aku turut bahagia untukmu.
Jika kita mencintai seseorang, kita akan sentiasa mendoakannya walaupun dia tidak berada disisi kita.
Jangan sesekali mengucapkan selamat tinggal jika kamu masih mau mencoba. Jangan sesekali menyerah jika kamu masih merasa sanggup. Jangan sesekali mengatakan kamu tidak mencintainya lagi jika kamu masih tidak dapat melupakannya.
Perasaan cinta itu dimulai dari mata, sedangkan rasa suka dimulai dari telinga. Jadi jika kamu mahu berhenti menyukai seseorang, cukup dengan menutup telinga. Tapi apabila kamu Coba menutup matamu dari orang yang kamu cintai, cinta itu berubah menjadi titisan air mata dan terus tinggal dihatimu dalam jarak waktu yang cukup lama.
Cinta datang kepada orang yang masih mempunyai harapan walaupun mereka telah dikecewakan. Kepada mereka yang masih percaya, walaupun mereka telah dikhianati. Kepada mereka yang masih ingin mencintai, walaupun mereka telah disakiti sebelumnya dan kepada mereka yang mempunyai keberanian dan keyakinan untuk membangunkan kembali kepercayaan.
Jangan simpan kata-kata cinta pada orang yang tersayang sehingga dia meninggal dunia , lantaran akhirnya kamu terpaksa catatkan kata-kata cinta itu pada pusaranya . Sebaliknya ucapkan kata-kata cinta yang tersimpan dibenakmu itu sekarang selagi ada hayatnya.
Mungkin Tuhan menginginkan kita bertemu dan bercinta dengan orang yang salah sebelum bertemu dengan orang yang tepat, kita harus mengerti bagaimana berterima kasih atas kurniaan itu.
Cinta bukan mengajar kita lemah, tetapi membangkitkan kekuatan. Cinta bukan mengajar kita menghinakan diri, tetapi menghembuskan kegagahan. Cinta bukan melemahkan semangat, tetapi membangkitkan semangat -Hamka
Cinta dapat mengubah pahit menjadi manis, debu beralih emas, keruh menjadi bening, sakit menjadi sembuh, penjara menjadi telaga, derita menjadi nikmat, dan kemarahan menjadi rahmat.
Sungguh menyakitkan mencintai seseorang yang tidak mencintaimu, tetapi lebih menyakitkan adalah mencintai seseorang dan kamu tidak pernah memiliki keberanian untuk menyatakan cintamu kepadanya.
Hal yang menyedihkan dalam hidup adalah ketika kamu bertemu seseorang yang sangat berarti bagimu. Hanya untuk menemukan bahawa pada akhirnya menjadi tidak bererti dan kamu harus membiarkannya pergi.
Kamu tahu bahwa kamu sangat merindukan seseorang, ketika kamu memikirkannya hatimu hancur berkeping.
Dan hanya dengan mendengar kata “Hai” darinya, dapat menyatukan kembali kepingan hati tersebut.
Tuhan ciptakan 100 bahagian kasih sayang. 99 disimpan disisinya dan hanya 1 bahagian diturunkan ke dunia. Dengan kasih sayang yang satu bahagian itulah, makhluk saling berkasih sayang sehingga kuda mengangkat kakinya kerana takut anaknya terpijak.
Kadangkala kamu tidak menghargai orang yang mencintai kamu sepenuh hati, sehinggalah kamu kehilangannya. Pada saat itu, tiada guna sesalan karena perginya tanpa berpatah lagi.
Jangan mencintai seseorang seperti bunga, kerana bunga mati kala musim berganti. Cintailah mereka seperti sungai, kerana sungai mengalir selamanya.
Cinta mampu melunakkan besi, menghancurkan batu, membangkitkan yang mati dan meniupkan kehidupan padanya serta membuat budak menjadi pemimpin. Inilah dasyatnya cinta !
Permulaan cinta adalah membiarkan orang yang kamu cintai menjadi dirinya sendiri, dan tidak merubahnya menjadi gambaran yang kamu inginkan. Jika tidak, kamu hanya mencintai pantulan diri sendiri yang kamu temukan di dalam dirinya.
Cinta itu adalah perasaan yang mesti ada pada tiap-tiap diri manusia, ia laksana setitis embun yang turun dari langit,bersih dan suci. Cuma tanahnyalah yang berlain-lainan menerimanya. Jika ia jatuh ke tanah yang tandus,tumbuhlah oleh kerana embun itu kedurjanaan, kedustaan, penipu, langkah serong dan lain-lain perkara yang tercela. Tetapi jika ia jatuh kepada tanah yang subur,di sana akan tumbuh kesuciaan hati, keikhlasan, setia budi pekerti yang tinggi dan lain-lain perangai yang terpuji.~ Hamka
Kata-kata cinta yang lahir hanya sekadar di bibir dan bukannya di hati mampu melumatkan seluruh jiwa raga, manakala kata-kata cinta yang lahir dari hati yang ikhlas mampu untuk mengubati segala luka di hati orang yang mendengarnya.
Kamu tidak pernah tahu bila kamu akan jatuh cinta. namun apabila sampai saatnya itu, raihlah dengan kedua tanganmu,dan jangan biarkan dia pergi dengan sejuta rasa tanda tanya dihatinya
Cinta bukanlah kata murah dan lumrah dituturkan dari mulut ke mulut tetapi cinta adalah anugerah Tuhan yang indah dan suci jika manusia dapat menilai kesuciannya.
Bukan laut namanya jika airnya tidak berombak. Bukan cinta namanya jika perasaan tidak pernah terluka. Bukan kekasih namanya jika hatinya tidak pernah merindu dan cemburu.
Bercinta memang mudah. Untuk dicintai juga memang mudah. Tapi untuk dicintai oleh orang yang kita cintai itulah yang sukar diperoleh.
Satu-satunya cara agar kita memperolehi kasih sayang, ialah jangan menuntut agar kita dicintai, tetapi mulailah memberi kasih sayang kepada orang lain tanpa mengharapkan balasan.