DZIKIR & CINTA
Dzikir, sebagaimana kita ketahui artinya adalah mengingat Allah. Namun
maknanya lebih dari itu. Dzikir bukan hanya mengingat Allah, nilai dari
dzikir yang mendalam bukan hanya seberapa banyak kita melafalkan asma
Allah, bukan pula seberapa cepat kita memutar tasbih. Tapi, sejauh
mana kita dapat merasakan keberadaan Allah dihati kita, dan sejauh mana
kita dapat memaknai keberadaan Allah dalam menjalani hidup ini. Dan
keadaan jiwa yang seperti itu mustahil tercapai tanpa adanya pelafalan
terlebih dahulu dari mulut kita. Kemampuan ini pada stiap orang tidak
sama, tergantung dari kebersihan hati masing-masing.
Hati yang
bersih mampu menerima cahaya dari Allah, melalui hatinya ia semakin
mengenal Tuhannya, semakin dekat, dan semakin mampu merasakan keberadaan
Allah dalam hidupnya. Hatinya semakin tenang, nyaman, dan damai dalam
setiap dzikirnya. Perasaan nyaman inilah yang mendorong hatinya untuk
selalu lebih dekat dengan Allah, dan semakin cintalah ia padaNya. Inilah
cinta yang seharusnya memiliki porsi tertinggi dalam hidup manusia,
yaitu cinta kepada Allah. Namun, hati kita sering terkotori oleh
noda-noda hitam dari maksiat yang kita lakukan. Entah itu maksiat
ucapan, maksiat perilaku, ataupun maksiat hati yang sangat sulit
terdeteksi bahkan oleh diri kita sendiri.
Sebagaimana yang
telah disabdakan Rosulullah SAW, semakin kita sering mengulang-ulang
maksiat tersebut, maka semakin banyak pula noda hitam yang menutupi hati
kita dan menjadi penghalang hati untuk menerima cahaya dari Allah.
Karna itulah, langkah pertama untuk menempuh jalan cinta kita adalah
membersihkan hati, dan langkah pertama untuk membersihkan hati adalah
bertaubat. Dan sebelum bertaubat tentulah kita harus mengetahui mana
perilaku maksiat dan mana perilaku ibadah. Karena, ibadah dapat
menghapus dosa dari maksiat yang kita lakukan. Untuk mengetahui secara
mendalam tentang masing-masing perkara tersebut, salah satu yang dapat
kita lakukan adalah dengan memperbanyak membaca. Membaca akan menuntun
kita untuk terus menerus belajar. Belajar mengenal Tuhan, belajar
mencintai Nya, dan belajar tentang kehidupan. Entah kehidupan dunia ini,
ataupun kehidupan kita di akirat kelak. Mungkin itulah hikmah dari
wahyu yang pertama kali turun adalah perintah membaca, dan pada ayat
lain yang memerintahkan kita untuk selalu menuntut ilmu sampai kita
meninggal.
Adalagi salah satu cinta, yang seharusnya kita porsi
dibawah porsi cinta kepada Allah. Namun kita sering terlena dengan rasa
yang satu ini. Sebagai manusia ~ yang sering- masih- pernah labil~
kita tentu punya rasa ini. Apakah itu…….? Yup, bener banget “cinta
kepada lawan jenis”.
“Bagaimana yang sesama jenis…?”
“Kita tidak mbahas yang itu….!!!!”
Kita seringkali hanya terpaku dan lebih banyak mencurahkan pada cinta
yang ini (cinta kepada lawan jenis, Red.) Akibatnya, setiap dua jam
sekali sms “ gi ngapain?” Galau lebih dari satu semester. Cemburu
dibela-bela’in babak belur.
Putus, mogok makan slama satu bulan, jadi
ada perjanjian “Sayang,, kita putusnya malam satu Ramadan aja ya. Biar
lancar puasanya.” Dll.
Padahal, dalam hidup ini porsi cinta
tertinggi adalah untuk Sang Khalik, Sang penguasa hati, sumber dari
segala cinta, Allah SWT. Dialah yang menciptakan rasa itu (cinta),
Dialah yang menganugrahkanya pada kita, dan Dia jugalah yang merawatnya.
Ibarat sebuah bonsai, jika ada sebatang ranting yang tumbuh menjulur
terlalu panjang dan mengurangi keindahanya, tentu pemiliknya akan segera
memotong ranting tersebut tapi si bonsai tidak tau kalau rantingnya di potong itu untuk ke'indahan dirinya sendiri. Sakit memang yang dirasakan si bonsai, dan
kadang si bonsai belum sadar juga bahwa rasa sakit itulah yang
membedakan antara tanaman yang terpelihara baik dengan tanaman liar yang
tak terurus. Begitulah pemilik bonsai merawat dan menjaga keindahan
tanamanya.
Begitupun yang terjadi kepada kita. Jika kita
meletakan rasa itu pada seseorang yang salah ~menurut penilaian Allah~
maka kitapun juga akan merasa sakit atas ketidak ridloan Allah terhadap
rasa yang tumbuh terlalu liar di hati kita. Tapi kita harus segera
sadar, bahwa itu adalah cara Allah untuk memelihara keindahan cinta yang
dianugrahkan kepada kita. Hanya Allah yang paling mengerti apa yang
terbaik untuk hambanya. Dan jika Allah ridlo terhadap rasa yang kita
berikan untuk seseorang, maka Dia akan membiarkan rasa itu tumbuh
semakin besar dengan memberikan arahan dan petunjuk kearah mana rasa itu
harus tumbuh. Agar rasa itu semakin tumbuh dewasa tanpa kehilangan keselarasan
keindahanya.
Alur cinta kepada seseorang tak jauh berbeda
dengan alur dzikir . Bukan soal seberapa indah parasnya, seberapa baik
sifatnya, seberapa bijak pemikiranya, seberapa banyak hartanya. Bukan
pula seberapa sering dia muncul dalam pikiran kita. Tapi ini adalah soal
bagaimana kita mampu merasakan dengan hati kehadiran seseorang dalam
kehidupan kita, juga bagaimana kita mampu memaknai kehadiranya dalam
kehidupan kita. Namun keadaan hati yang seperti ini akan sulit tercipta,
bahkan tidak akan tercipta jika kita tidak pernah menatap keindahan
wajahnya, tidak pernah memahami sifatnya, tidak pernah merasakan
kebijakan cara pikirnya, atau hanya selintas saja ia masuk dalam pikiran
kita.
Keadaan hati yang tulus dan suci inilah yang meciptakan
sebuah hubungan saling mengerti, saling percaya, dan saling memahami
kepada pasangan. Yang selanjutnya akan terhubung sebuah ikatan batin
sebagaimana ikatan batin para sufi terhadap Tuhanya.
Maereka mampu
merasakan ilham-ilham dari Allah karena kesucian hati dan jiwanya. Mereka selalu berusaha untuk mengingat Tuhanya. Dan bahkan ada di antara mereka yang karna begitu dalamnya cinta mereka kepada Tuhan, mereka terlena dan lupa akan kebutuhan jasmani mereka sendiri. Mereka tidak meminta imbalan selain Ridlo Tuhan. Disitulah mereka akan mulai terhubung selalu dengan Tuhan.
Bagaimana
mungkin terdapat jarak di antara mereka"
jika sang pecinta telah terbalas cintanya"
dan sang perindu telah bertemu"
yang ada hanyalah persatuan diantara mereka"
Wahai para pecinta berikan aku cita agar aku bisa mencitai"
Karna Cintaku telah terpaku kepada yang satu"
Berilah aku cinta agar aku dapat mencintainya lebih dari pada cintaku"
Karna cintaku belumlah seberapa dari pada cintanya".
Wallahu a’lam bishawab
Ya Allah, semoga Kau jadikan cinta kami kepadaMu sebagai cinta tertinggi dalam hidup
kami. Sehingga kami dapat merasakan manisnya Ridlo darimu. Sehingga kami selalu mendapat hidayah dari Mu yang menuntun kami menjadi hambamu yang selalu berbenah diri. Aamiin…